Ketika Hampir Menyerah



ASSALAMUALAIKUM

Pernah gak sih dalam melakukan sesuatu, karena mendapati beberapa masalah dan terbersit pikiran untuk mundur dan menyerah? Saya pernah mengalaminya. Ini ketika saya melakukan perjalanan pertama kali ke Gunung Bromo.


Saat itu, saya berangkat tidak sendiri. Saya bersama sang kakak legenda "DjSamconk". Sungguh perjalanan ini tak pernah direncnakan dari jauh hari. Tiba-tiba saja saya mengajaknya dan tanpa pikir panjang dirinya pun menyetujuinya. Mungkin karena memang dirinya di Malang saat itu sedang berlibur. Jadi petualangan kecil ini pun sangat menggoda untuk dijalani.




Kami berdua menggunakan motor matic saya "Mio Soul" keluaran 2011. Melewati jalur Tumpang mengikuti instruksi dari aplikasi Google Map. Jalur yang kami lewati ketika masuk Desa Tumpang selalu menanjak. Alhasil harus beberapa kali turun agar motor kami mampu menanjak naik. 

Beberapa orang yang kamu temui di tempat peristirahatan pertama mengatakan kami cukup nekat. Menggunakan motor matic pada perjalanan pertama kali dan hanya mengandalkan penunjuk arah dari aplikasi dan papan informasi di sepanjang jalan.

Bisa mencapai titik persimpangan Gunung Bromo dan Gunung Semeru ini kami sangat senang sekali. Bagaimana tidak, penampakan alam yang kami dapatkan di titik ini sudah sangat menakjubkan.

Kami sempatkan mengisi perut dengan semangkok bakso hangat. Suhu di titik ini bisa dibilang sejuk. Panas matahari bercampur suhu dingin pegunungan membuat kepala serasa ringan.

Pemandangan ini disuguhkan kepada pengunjung saat baru memasuki padang pasir. Sungguh ini saja sudah membuat kami puas. Padahal tujuan kami masih sangat jauh sekali. 

Keadaan kami saat itu masih sangat bahagia tanpa ada kendala. Kami yakin kami bisa mencapai puncak dengan mudahnya.


Kondisi motor saat itu masih sangat menjanjikan untuk mengantarkan kami ke puncak impian. Walaupun setengah lebih satu dari pengunjung menggunakan motor bergenre trail untuk menaklukkan lautan pasir di sini, namun ada saja yang mengunakan motor matic seperti kami bahkan bonceng tiga.

Di titik ini juga banyak tenda-tenda pengunjung yang berdiri. Warna-warni tenda menambah kesan bahagia di hari Minggu yang cerah itu.

Sedikit informasi, saya ke sini bukanlah saat musim liburan melainkan sedang musim UAS (Ujian Akhir Semester).


Setelah menembus lautan pasir selama kurang lebih 15 menit, sampailah kami di Bukit Telletubies. Untuk mencapai titik ini, motor kami sudah menunjukkan gejala kelelahan. Naik turun motor pun harus dilakukan agar mampu melewati tumpukan pasir yang cukup dalam. Angin kencang juga menjadi penambah masalah karena debu pasir melayang-layang 5 cm di depan mata kami.

Pasir berbisik, begitu orang-orang menyebut titik ini. Namun, kami menyebutnya lembah keputusasaan. Ya, di titik ini kami sudah hampir menyerah. bukan karena fisik yang goyah, hanya saja tunggangan kami sudah sangat lelah.

Motor sudah berulang kali mati dan kami paksa untuk hidup kembali. Ratusan mobil jeep melewai kami dan hanya memberikan butiran pasir sebagai ucapan prihatin.


Dari pasir berbisik hingga pasir itu berkumandang, kami mulai menuai sedikit harapan. Motor yang berisitrahat cukup lama sudah menunjukkan kesiapan untuk melanjutkan perjalanan.

Energi alam seolah-olah merestui kami untuk mencapai destinasi. Sebotol penuh air kami habiskan untuk menangkal dehidrasi. 


Dan benar saja, jika berusaha maka jadilah. Puncak pun kami pijaki. Aroma khas belerang menyeruak hidung. Kawah Bromo yang menganga adalah sumber baunya.

Perjalanan yang tak terencana, namun berakhir bahagia. 










Berikut cuplikan perjalanan kami. Bagi yang sudah menonton jangan di tonton lagi, nanti bosan.

Terima Kasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JUMAWA: Jurnal Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (Volume 1)

Photoshop: Memanipulasi Tanda Tangan

Taj Mahal versi Kabupaten Malang: Serupa Tapi Tak Sama