Kamu pecinta coklat?


Assalamualaikum,

Cukup lama rasanya, kita tidak bersua melalui aksara. Maklum, saya sedang sibuk menyelesaikan tugas Ujian Akhir Semester. Wih, artinya sebentar lagi libur panjang dong. Yap! bener banget. Itu juga alasan mengapa beberapa tulisan yang akan datang akan fokus membahas tentang tempat-tempat keren untuk liburan.

Kali ini, saya akan memulai cerita dari kota kelahiran Bung Karno, Kota Blitar. Sebelumnya, saya ceritakan mengapa saya bisa jauh melancong ke Blitar. Sebenarnya tidak terlalu jauh, dalam kondisi lalu lintas normal, dapat ditempuh selama satu jam dari kota Malang. 

Awalnya, perjalanan ini adalah perjalanan untuk melayat ayah dari seorang teman yang berasal dari Blitar. Pada hari Jumat, 29 Juni 2018, pukul 04.00 WIB saya mendapat kabar duka tersebut dari grup whatssap kelas. Berhubung pada hari itu tidak ada jadwal yang mendesak, saya memutuskan untuk pergi ke rumah duka. 

Berangkat pukul 07.30 WIB, sampai di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar sekitar 45 menit kemudian. 


Selanjutnya, sambil menikmati hamparan sawah di kanan dan kiri jalan, terjadilah sebuah insiden. Helm yang saya gunakan terbang, terjungkal, terguling, mengehempas batu jalanan. 

Lucunya di kepala saya masih menyangkut busa dari helm tersebut. Terpaksa saya mampir ke warung penjual helm. Uang 100 ribu pun raib untuk membeli helm. Namun, demi keselamatan perjalanan, 100 ribu bukanlah harga yang mahal.


Sesampainya di rumah duka, saya bercengkerama dengan keluarga teman saya. Satu jam kemudian, saya dan teman saya pergi ke masjid sekitar untuk menunaikan shalat Jumat. 

"Mumpung lagi di Blitar nih, mau ke kampung coklat?" goda teman saya. Tanpa berpikir keras saya tidak menolak ajakan tersebut. Petualangan pun di mulai.


Dari rumah teman saya, cukup menempuh waktu kurang dari lima menit menuju Kampung Coklat. Sebelum masuk saya disuguhi pemandangan orang-orang sedang antri untuk membeli tiket. Cukup mengorbankan uang 5000 rupiah, saya sudah bisa masuk tempat keren ini. 

Di bagian dalam, suasananya sangat nyaman. Disediakan banyak tempat duduk di sela-sela pohon coklat.

kalau mau duduk lama, harus pesan sesuatu
Untuk melepas lelah perjalanan, bisa memesan berbagai panganan yang tak lepas dari campuran coklat. Dari jus coklat sampai mi coklat. 

Rasanya? saya kurang tau, karena saya hanya berkunjung tanpa membeli apapun (tanggal tua). Untuk harga masih bisa dibilang ramah di kantong. 

Lebih dalam lagi, akan menjumpai tempat terapi ikan. Dengan membayar 5000 rupiah, sudah bisa mencelupkan kaki ke ikan-ikan yang lapar. Rasanya? saya juga kurang tau, karena hanya melihat dari kejauhan.


Dengan mengusung tempat wisata keluarga, banyak terdapat wahana-wahana bermain anak. Mulai dari odong-odong hingga perahu karet. 

Uniknya, di sepanjang pinggiran Kampung coklat ini ada parit yang berisi banyak ikan mas dan ikan sapu-sapu. Parit ini mengelilingi dari pintu masuk hingga bagian dalam. 

Untuk anak-anak yang menuji aqil baligh, ada spot foto yang kalau sekarang disebut Instgramable. Sebagai anak muda yang memiliki akun Instagram, saya merasa wajib berpartisipasi mencoba spot foto tersebut. 


Untuk spot ini, bisa dinikmati secara gratis. Tapi jangan egois yah, karena banyak yang antri untuk berfoto di sini. 

Setelah itu, saya berencana untuk pulang lagi ke Kota Malang. Menuju jalan keluar, saya melewati pusat oleh-oleh khas kampung coklat. Baju, panganan, aksesoris, dan pernak-pernik rumah tangga semua ada. 



Pengen beli, apadaya tanggal tua. Jadi numpang foto aja deh.
Harga oleh-oleh di sini beragam. Mulai dari 10 ribu hingga 100 ribu. Tergantung jenis dan ukurannya. 

Jadi, sebelum ke sini survey dulu harganya yah, supaya bisa mengontrol pengeleuaran kamu.





Oke. Segitu dulu yah ceritanya. O iya, selain ke Kampung Coklat belum lengkap rasanya bila tidak berziarah ke makam Bung Karno. Jaraknya sekitar setengah jam dari Kampung Coklat. 

Doakan saja saya ada rejeki kembali ke Blitar agar bisa menceritakan bagaimana keadaan makam Presiden pertama Indonesia tersebut. 




TERIMA KASIH

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JUMAWA: Jurnal Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (Volume 1)

Photoshop: Memanipulasi Tanda Tangan

Taj Mahal versi Kabupaten Malang: Serupa Tapi Tak Sama