Arsipkan Bahasa Daerah Dengan Kamus Daring


Assalamualaikum, w. w.
Saya adalah mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia di Kota Malang. Merantau jauh dari Kalimantan Timur untuk menemukan berbagai ilmu dan pengalaman. Sesuai dengan bidang yang saya ambil, sebagai pewaris budaya dan bahasa lokal saya sungguh perihatin mengetahui fakta penutur bahasa daerah di Indonesia semakin menyusut. Khususnya bahasa daerah saya, yaitu bahasa Paser. Masyarakat Paser berjumlah sekitar 246.000 jiwa dan hanya sekitar 65% dari total tersebut yang masih bisa berbahasa Paser dengan baik. Berbagai langkah telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai dari menjadikannya sebagai mata pelajaran tambahan hingga menerbitkan buku kamus. Hanya saja, antusiasme masyarakatnya sangat kurang. 
Sebagai provinsi penghasil bahan tambang, penyebaran sumber daya teknologi dan informasi bukanlah masalah. Dari ibukota provinsi hingga ke desa sudah tersedia dan tersebar secara luas. Contohnya, yang terjadi di Kabupaten Paser tempat asal saya, sudah ter-cover sinyal 4G-LTE. Menyebabkan masyarakatnya menjadi melek teknologi. Dahulu, para pelajar memenuhi perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum untuk mengerjakan tugas atau sekadar mengisi waktu luang. Sekarang perpustakaan nihil pengunjung, karena untuk mencari referensi tugas tinggal geser, waktu luang pun serasa tidak ada karena kesibukan bertambah dengan aktivitas di media sosial. 
Kembali ke masalah  bahasa daerah yang semakin punah, saya berpikir untuk membuat kamus daring berbasis blog. Kenapa berbasis blog? Agar lebih mudah dalam meng-update kosakata baru dan berdiskusi tentang perkembangan bahasa tersebut. Selain itu, tampilan blog yang sederhana akan memudahkan pengguna teknologi awam untuk sekedar membaca ataupun ikut berpartisipasi dalam pengembangannya. Pada bulan September lalu, mahasiswa Jurusan Teknologi Informasi, Universitas Mulawarman telah berhasil membuat aplikasi kamus Bahasa Paser-Bahasa Indonesia berbasis android. Bisa diunduh melalui aplikasi playstore dengan nama aplikasi "Kamus Paser". Hanya saja karya tersebut terkesan menjadi terabaikan, karena tidak ada pengembangan lebih lanjut. Kosakata yang disediakan sangat sedikit dan aplikasi ini jauh dari kata sempurna. Kemungkinan karena berbasis aplikasi yang rumit sehingga pengembang hanya menyediakan bahan seadanya. 
Karena itu, saya bertekad untuk mewujudkan mimpi saya menerbitkan kamus daring berbasis blog. Karena dapat diakses bukan hanya melalui smartphone, tetapi juga komputer. Proses pengembangannya pun tidaklah serumit aplikasi, dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk proses pembaruan data. Sebagai mahasiswa dengan mobilitas yang tinggi, saya membutuhkan koneksi intenet cepat dan dapat digunakan dimana saja. Maka saya meminjam ModemMiFiM5 milik teman saya, karena mau beli tetapi uang belum cukup. Benar saja, saya sangat dimudahkan dengan alat itu. Komputer dan smartphone saya bisa berselancar tanpa hambatan secara bersamaan. Proses pembuatan blog saya menjadi sangat terbantukan. 
Hidup di zaman serba teknologi sangatlah menyenangkan. Apapun yang dibutuhkan sudah berada dalam genggaman. Tetapi, tanpa adanya kontrol yang baik, bisa saja hal itu mendatangkan kemalangan. Istilah Live Smart sudah lama muncul di permukaan. Menurut saya, konsep Live Smart hanya dapat disosialisasikan melaui bahasa. Bahasa sebagai jembatan pemahaman, bahasa sebagai penyampai makna, dan bahasa sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, saya berusaha mencari jalan untuk melestarikan salah satu bahasa daerah agar identitas sukunya tidak lenyap dilahap waktu. Dengan mengusung tema Live Smart, saya harap tulisan saya ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca. Menjadi bahan pertimbangan untuk mengetahui seberapa smart anda dalam mengolah teknologi digital. Selamatkan identitas bangsa kita, teknologi datang dan terus berkembang, bila tidak smart mengolahnya maka kita hanya menjadi budak teknologi. Salam Live Smart.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JUMAWA: Jurnal Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (Volume 1)

Photoshop: Memanipulasi Tanda Tangan

Taj Mahal versi Kabupaten Malang: Serupa Tapi Tak Sama